Media Bangsa – Sampai batas akhir pendaftaran Pilkada serentak, Kamis 29 Agustus 2024 Jam 23.59,  KPUD Jombang hanya menerima berkas 2 paslon, yakni Warsubi – Salman (WARSA) dan Mundjidah – Sumrambah (MURAH).

WARSA didukung oleh 8 parpol, yakni Gerindra, PKB, PKS, Golkar, Nasdem; ditambah parpol non parlemen, yaitu Gelora, PAN, dan PSI. Koalisi gemuk ini memiliki 30 kursi parlemen atau 60% dari total 50 kursi di DPRD Jombang.

Sementara MURAH didukung oleh 4 parpol, yakni PDIP, PPP, Demokrat; ditambah parpol non parlemen, yaitu Hanura. Dan kabarnya seusai deklarasi 5 Parpol Koalisi Non Parlemen (KNP) putuskan gabung petahana. Yaitu, Partai Buruh, PBB, Garuda, Partai Ummat, dan PKN. Koalisi ini menguasai 20 kursi parlemen atau 40% dari total 50 kursi di DPRD Jombang.

Di Kolom Gus Zuem, yang dimuat Radar Jombang (2/9); KH Zaimmudin Wijaya As’ad menulis

“ Saya dulu sempat merasa senang ketika pak Sugiat mau maju. Supaya masyarakat punya alternatif yang lebih fresh. Maka begitu dia gagal mengantongi rekom, saya langsung bilang ke istri saya : wah berarti yang akan menang ya ini, sambil menunjuk gambar  paslon di Radar Jombang.”

Saya tergerak merespon kalimat tersebut. Saya tak perlu bertanya dan berspekulasi, gambar siapa yang ditunjuk Gus Zuem. Tapi, mencermati dinamika politik terkini, sungguh terlalu dini untuk menebak pemenang Pilkada Jombang.

Hasil survei terakhir, Juli 2024; yang saya peroleh dari Lembaga Survey terpercaya, belum ada paslon yang peroleh angka signifikan. Artinya, siapapun bisa menjadi pemenang. Mulai kini, sampai pemungutan suara 27 November 2024, menjadi momentum penting bagi kedua paslon untuk meyakinkan pemilih.

Kreativitas dan inovasi kampanye akan menarik dicermati. Saling adu program menjadi menu cerdas yang seharusnya disuguhkan kedua paslon. Warga Jombang berhak mengetahui rekam jejak dan program strategis paslon. Jangan sampai mereka memilih hanya berdasarkan money politik semata !

Tiadanya paslon ketiga, menjadikan pertarungan Pilkada Jombang kali ini diprediksi berjalan panas. Head to Head antar paslon dan pendukungnya tentu berpotensi pada pertarungan keras di akar rumput. Black campaign tak mungkin dihindari. Sekarang pun sudah mulai bermunculan rekam jejak negatif masing masing paslon. Dan, jika ini tidak terkelola dengan baik, bisa menjadi bom waktu yang merusak bangunan persaudaraan dan mencederai demokrasi.

Saya sangat berharap, kontestasi ini berjalan fair, saling menghormati, saling menghargai perbedaan, dan tetap menomorsatukan ukhuwah. Mengapa ? Bagi warga Nahdliyin, harus dipahami, di kedua paslon tersebut ada dua tokoh NU yang wajib dihormati dan dijaga kehormatannya; yakni Nyai Hj. Mundjidah Wahab Ketua PC Muslimat NU Jombang dan KH. Salmanudin Yazid/Gus Salman, Ketua PCNU Jombang 2017-2022.

NU diantara Kedua Paslon.

Konflik terbuka di PCNU Jombang pasca Konfercab PCNU Jombang Juni 2022, dan perseteruan PBNU – PKB menjadikan konstestasi Pilkada Jombang menarik untuk terus diamati. Pasalnya, Jombang adalah ibukotanya NU. Membaca Jombang, wajib pula membaca NU. Menang di Jombang berarti memenangkan hati NU. Dan “memenangkan NU secara jamiyyah” adalah investasi politik mahal dalam membangun Kabupaten Jombang.

Karena, tanpa dukungan NU, siapapun yang menjadi nahkoda di kota santri ini; akan berasa hambar dan sulit bergerak efektif dalam tata kelola sosial kemasyarakatan. Wajar, jika legitimasi dukungan Kyai NU menjadi sangat penting untuk merebut hati jamaah nahdliyin. NU memiliki peran penting dalam pertarungan elektoral. Setidaknya itu yang terlihat di permukaan. Setiap paslon dan parpol pengusung mencoba mengasosiasikan partainya dekat dengan para ulama dan warga NU.

Harus diakui, NU sangatlah menarik. Para paslon menyasar NU karena jumlah massa yang sangat besar. Data terbaru dari Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) pada 2023 menyebut warga yang mengaku sebagai anggota NU sebanyak 20% dari total penduduk Indonesia. Jumlah itu kalau dikonversi menjadi angka riil mencapai 40 juta orang. 40 Juta Anggota NU Jadi pemilih di Pilpres 2024, demikian judul tulisan di NU Online, 11/7/2023. Parpol meyakini suara nahdliyin berperan besar dalam pemenangan kontestasi politik.

Bagaimana dengan Jombang ? Idem. Bahkan angkanya bisa naik menjadi dua-tiga kali lipat. Patronase kyai santri sangatlah erat. Setiap ponpes punya jaringan massif ke alumni dan santrinya. 5 ponpes besar di Jombang tentu akan mewarnai kontestasi pilkada ini. PP. Tebuireng, PP. Bahrul Ulum Tambakberas, PP Mambaul Maarif Denanyar, PP Darul Ulum Rejoso, dan PP Tarbiyatun Nasyiin Paculgowang; tak bisa ditampik perannya. Apalagi Kyai, Ibu Nyai nya menjadi Calon atau ring satu paslon. Bahkan, meski bukan pengasuh dan kyai sepuh nya yang “dawuh”; tapi Gus dan Ning nya yang getol berpolitik dan aktif bermedsos pasti akan lakukan hidden campaign untuk mengendorse paslon nya.

Keberhasilan merebut suara nahdliyin dengan menggaet tokoh NU tampaknya juga menjadi role model pada kontestasi Pilkada Jombang 2024 ini.

WARSA, PKB dan NU

Harus dipahami, Pilkada Jombang 2024 ini menjadi pertaruhan untuk PKB. Mengapa ? Dalam sejarah pilkada Jombang, PKB Jombang belum pernah menangkan pertarungan. Tiga kali gelaran pilkada langsung; dari mulai Nyono Suherli – Halim Iskandar (2008), Munir Al Fanani – Wiwik Nuriati (2013), dan Nyono Suherli – M Subaidi (2018), paslon yang diusung PKB, selalu kalah. Dan, di Pilkada 2024 ini, PKB berharap karma itu berakhir. Pemenang Pileg, harus menjadi pemenang Pilkada !

Maka, langkah PKB mengunci rekomendasi untuk Warsubi dan pasangkan dengan Gus Salman sejak awal, adalah strategi cerdas ! Yakin, PKB pasti sadar dengan resiko mengusung Gus Salman, yang notabene pernah berseteru dengan PBNU hingga di pengadilan — sebagai ekses dari penyelenggaran Konfercab PCNU Jombang 2022 yang dinilai cacat hukum.

Gus Salman terpilih untuk menaikkan bargaining politik kepada PBNU dan PCNU Jombang. Bagi sebagian nahdliyin,  ini bentuk  “perlawanan” faksi PKB di NU Jombang yang mulai tersisih, dan sebagian sudah berada di luar struktural NU di tingkat cabang atau kecamatan.

Harus diakui, semasa kepemimpinan di PCNU Jombang, Gus Salman mampu melakukan relasi efektif dengan pengurus MWC NU. Konektivitas yang sudah berjalan lama dan loyalitas yang teruji menjadikan kader kader NU dibawah komando Gus Salman bisa digerakkan secara massif. Pilkada 2024 menjadikan sel sel faksi PKB di NU yang sempat lumpuh, akan kembali hidup.

Tak pelak, pilihan PKB menggaet Warsubi yang bersambut positif oleh Gerindra; melahirkan optimisme pendukungnya. Pasalnya, Warsubi mempunyai kekuatan finansial besar, yang menjadi modal penting dalam kontestasi. Aksi AFCO (Agung Family Corporation) – Perusahaan keluarga Agung Wicaksono, adik Warsubi, yang lakukan pembagian uang, daging ayam, dan sembako secara terstruktur, sistematis, dan massif ; berulang dan terus menerus di seluruh desa di Jombang telah membantu menaikkan popularitas dan elektabilitas Warsubi. Meski dibungkus dengan dalih zakat atau sedekah; tentu tak bisa dipungkiri, jika dibalik itu ada motif dan instruksi untuk pilih Warsubi sebagai Bupati Jombang.

Wajar, banyak kalangan menilai WARSA akan menang dalam kontestasi Pilkada Jombang. Kekuatan modal, penertrasi “sedekah” yang massif, dukungan parpol penguasa dan Koalisi Indonesia Maju (KIM) menjadi keyakinan banyak pihak, jika Warsubi dan Gus Salman akan menjadi Bupati-Wabup Jombang.

MURAH dan Koalisi Gaek

Membaca NU, tak bisa meninggalkan sepak terjang Ibu Nyai Hj. Mundjidah Wahab/Bu Mun, Ketua PC Muslimat NU Jombang. Putri pendiri dan penggerak NU, KH. A. Wahab Hasbullah ini telah terpatri dalam hati aktivis dan ibu ibu Muslimat di dusun dan kampung pelosok Jombang.

Sebagai petahana, Bu Mun mempunyai modal besar untuk memenangkan pertarungan Pilkada. Sepuluh tahun menjadi Wakil Bupati dan Bupati, menjadi pengalaman tak ternilai dalam mengelola birokrasi pemerintahan. Angka survey dari Lembaga Survey terpercaya, bulan Maret 2024 (seusai Pilihan Legislatif), pun menunjukkan posisi teratas, meski belum mendominasi.

Maka menjadi wajar jika PDIP pun bersedia untuk menduetkan kembali pasangan petahana, Hj. Mundjidah Wahab – Sumrambah. Meski peroleh 10 kursi, dan bisa maju kontestasi sendiri; PDIP tetap tak percaya diri. PDIP butuh NU. PDIP bahkan bersedia untuk turun kasta, hanya dapat jatah wakil bupati; asal dapat tiket Pilkada Jombang.

Issue keretakan Bu Mun – Sumrambah, sebelum dan seusai berakhirnya periode Bupati-Wabup Jombang 2018-2023, tentu menjadi PR yang harus diselesaikan. Catatan negatif terkait clean government jalannya pemerintahan periode tersebut dan faktor usia menjadi sentiment negatif bagi paslon ini. Banyak kalangan menilai, ini adalah paslon kawin paksa ! Bahkan dianggap kalah sebelum bertanding.

Tapi, tunggu dulu ! keputusan MK telah melahirkan paslon kawin paksa. Ingat, Bu Mun – Sumrambah adalah politisi gaek dan lebih berpengalaman dibandingkan Paslon WARSA. Dengan dukungan struktural IPPNU (Non IPNU), Ansor, Fatayat, Muslimat; ini akan menjadi kekuatan dahsyat jika mampu dikoordinasikan secara efektif. Walaupun tak serta merta struktural Organ Banom NU di tingkat kecamatan dan desa akan mendukung. Tapi kekuasaan di tingkat kebupaten yang seluruhnya adalah inner circle Bu Mun, sulit untuk menolak perintah putri Mbah Wabah ini.

Bagaimana dengan PDIP ? Harus diingat, diluar kasus Pilpres, PDIP (dan PKS) adalah partai kader, yang mesin politik nya selalu bekerja efektif. PDIP pasti ingin menegakkan kehormatan partai. Konsolidasi dan jiwa juang yang sangat solid di kader PDIP menjadi modal kuat untuk menangkan pasangan MURAH.

Meski diremehkan, dan secara hitungan politik kalah dengan paslon WARSA, tapi wajib diingat, pertarungan pilkada bukan pertarungan parpol; tapi pertarungan tokoh.

Mas Rambah perlu belajar pada Ery Cahyadi – Armudji, di Pilwali Surabaya 2020. Eri-Armudji hanya didukung dua parpol, PDIP dan PSI. Sementara, lawannya Machfud Arifin-Mujiaman, diusung koalisi gemuk 8 parpol, yakni Golkar, PKB, PKS, PAN, Gerindra, PPP, Demokrat, Nasdem; dengan kekuatan kapital yang luar biasa. Dan, pemenangnya saat itu Eri-Armudji !

Akhirnya, ini bukan saja pertarungan antar tokoh NU. Tapi lebih pada pertaruhan NU, untuk pandai memposisikan diri agar jamaah tetap terjaga dalam koridor etik dan moral; tidak saling hujat antar pendukung paslon yang bisa memporakporandakan bangunan persaudaraan. Kewajiban kita untuk menjaga NU tetap terhormat dan terjaga kehormatannya.

***

*). Didin A Sholahudin, Ketua ICMI Jombang & Peneliti pada Indonesia Research Consulting (IRC)

BACA JUGA

Menelusuri Nasab Politik Gus Didin