Aku teman yang baik, bagi teman-teman di sini
Juga bagi seekor kucing milik tetangga
Itu benar
Aku bangun sebelum adzan subuh
Teriak-teriak di halaman rumahnya
Membangunkannya, mengajaknya ke surau
Itu benar
Setelah sarapan pagi aku tidur lagi
Bahkan, sampai jam dua belas siang
Bukan karena aku malas
Semalam aku terjaga sepanjang malam, menemani kakek bermain catur
Aku terbangun karena perut kelaparan
Mematung sebentar sebelum beranjak dari tempat tidur
Setelah itu nenek berkata padaku kalau tidurku seperti anak bayi
Sehari tidur empat kali; pagi, siang, sore dan malam hari
Saat nenek membereskan tempat tidurku
Aku berjalan-jalan ke ruang makan
Mengambil kesempatan meregangkan mulut
Aku suka berjalan menuju ke sana
Ada banyak makanan kesukaanku tersedia
Ada nasi uduk, ayam goreng, sayur asem, tempe mendoan, sambal tomat dan aneka kerupuk
Tapi, ada yang tidak aku sukai
Di bawah meja, melingkar tenang seekor kucing milik tetangga
Ia pasti nekat memanjat pagar karena ingin melihatku
Seorang anak lelaki dari luar kota yang suka terjatuh saat bermain bola
Lama-lama kulihat kucing itu begitu menggemaskan
Namun, setiap kali aku mendekat perlahan, ia juga mundur perlahan
Aku mendekat cepat, ia mundur cepat
Sepertinya terganggu bau badanku yang belum mandi
Aku tak patah semangat, menguatkan tekad memeluknya
Tapi ia malah melompat sambil melotot dan mengeong kuat
Kemudian aku mandi, dengan sabun mandi berwarna biru
Aku suka wanginya, kadang ingin kugigit saja sabun itu
Badanku jadi segar, semerbak taman bunga
Aku ganti baju yang dibawakan ibu
Motifnya kotak-kotak putih hitam
Sekilas tampak seperti papan catur milik kakek
Nenek menyisir rambutku ke arah belakang
Padahal aku ingin ke arah kanan
“Kamu benar-benar persis seperti ayahmu,” ucap nenek sambil tersenyum
Aku diam sama, tidak suka mendengarnya
Ayah selalu cerita, sewaktu kanak-kanak, dia bandel dan suka berkelahi
Sementara aku kalem dan suka puisi
Kemudian aku cari kucing itu di bawah meja makan
Tapi tak ada!
Ternyata ia berdiri di pagar halaman yang setinggi kepala
Aku coba menjangkau dan ingin mengelusnya
Ia malah melompat dan mengeong tanpa henti
Aku, terus berusaha mengelusnya, sambil menyaksikan olok-oloknya yang gila itu
Setelah beberapa saat, aku lelah dan keluar rumah
Saat aku berjalan, aku mendengar ngeongannya
Aku tengok ke belakang, malu-malu ia mengikutiku
Sejak itu kami berteman
– Mahesa Jenar