Media Bangsa – MTsN 18 Jakarta diduga melakukan penarikan sejumlah biaya disekolah kepada wali muridnya. Wali murid dibebani iuran komite hampir 200 ribu, iuran tersebut untuk kegiatan yang ada disekolah, seperti LDKS, outing, lomba, maulid, HUT RI, hari guru, pesantren kilat, osis, pengerahan massa ke kemenag, latihan gabungan, perawatan AC, bela negara, operasional komite, guru honorer non ump, perangkat humas, studi wisata, dsb. Bila ditotal jumlahnya lebih dari dua ratus ribu rupiah persiswa untuk kelas 8, untuk kelas 7 sejumlah seratu tujuh puluh tujuh ribu, dan untuk kelas 9 seratus empat puluh empat ribu.
Wali murid menyesalkan masih adanya pungutan yang memberatkan orang tua siswa di sekolah MTsN 18 Jakarta, apalagi pungutan tersebut mengatasnamakan komite sekolah. Padahal masih ada wali murid yang tergolong kurang mampu, tapi terpaksa tetap harus membayar iuran komite tersebut. Keluhan sejumlah orang tua atau Wali murid yang diabaikan pihak MTs Negeri 18 Jakarta terkait pungutan iuran komite itu.
Menurut Wali Murid, seluruh pungutan dan sumbangan telah diatur Peraturan Menteri Agama (Permenag) RI Nomor 16 tahun 2020 tentang Komite Madrasah yang ditetapkan Menteri Agama Fachrul Razi pada tanggal 26 Mei 2020 di Jakarta. Dalam ketentuan Permenag itu disebutkan Penggalangan dana dan sumber daya pendidikan yang dilakukan Komite Madrasah berbentuk Bantuan dan/atau Sumbangan.
“Jadi tindakan pihak sekolah (MTs Negeri 18 Jakarta) yang membebani Wali murid dengan biaya tersebut melalui komite dikategorikan maladministrasi atau pungutan liar (pungli) karena bertentangan Permenag Nomor 16 tahun 2020,” kata beberapa wali murid saat dihubungi media.
Lanjutnya menerangkan, modus yang dilakukan pihak sekolah dengan alasan kegiatan sekolah hingga pelampiran surat kesediaan orang tua berdasarkan kesepakatan komite sekolah menjadi surat sakti untuk melegalkan praktik pungutan kepada wali murid. Padahal itu bertentangan dengan Pasal 23 Permenag 16 tahun 2020 tentang Komite Madrasah menyebutkan, Komite Madrasah baik perseorangan maupun kolektif dilarang menjual buku pelajaran, bahan ajar, perlengkapan bahan ajar, pakaian seragam, atau bahan pakaian seragam di Madrasah.
“kegiatan pungli merupakan maladministrasi yang dilakukan oleh pejabat publik atau penyelenggara pelayanan publik. Masyarakat dapat melakukan pengaduan pada Ombudsman sebagai lembaga negara diberi wewenang oleh UU 37/2008 untuk menerima dan menindaklanjuti laporan masyarakat terkait dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik,” katanya.
“Apabila mengatasnamakan Komite sudah jelas diatur dalam Permendikbud Nomor 75 tahun 2016 yang menegaskan bahwa Komite Sekolah baik perseorangan maupun kolektif juga dilarang melakukan pungutan dari peserta didik atau orang tua/walinya. Komite sekolah hanya boleh melakukan penggalangan dana dari bantuan dan/atau sumbangan dan jumlahnya pun tidak boleh ditentukan,” jelas beberapa wali murid pada media.
“Permendikmud No 75 itu pihak sekolah tidak terlibat. Namun apabila pihak sekolah melibatkan dalam perkara ini, sesuai Permendikbud No. 44 Tahun 2012 bilamana pihak sekolah meminta sejumlah biaya yang tidak jelas itu sudah termasuk pungli,” ungkapnya.
Wali murid menyayangkan atas pungutan yang terjadi di MTsN 18 Jakarta tersebut, pasalnya pemerintah sudah mengalokasikan dana yang cukup besar bagi biaya pendidikan seperti dana BOS (biaya operasional siswa), KIP ( kartu Indonesia pintar) ataupun KJP untuk siswa, dan pungutan yang dilakukan rawan menyalahi aturan serta berpotensi terjadinya double counting anggaran dengan dana dari pemerintah.
Sampai berita ini diturunkan, Kepala kantor Kemenag DKI Jakarta selalu menghindar saat ditemui media.