Penulis : Ogy Farah Diana Mashita, Trias Febriana N, Dela Kusuma Anggraini, Danisya Rizqa Andini, Yeni Rusydiatul Mukaromah, Alya Anjani Putri, Muhamad Zamil, M. Zidan Shafly A. S. R, Delka Agung Faizma, Yunita Harpiana
Mahasiswa Jurusan Manajemen, Universitas Muhammadiyah Malang
PENDAHULUAN
Bullying masih menjadi masalah nyata di lingkungan pendidikan, mutai dari tingkat sekolah hingga perguruan tinggi. Bentuknya pun beragam, mulai dari ejekan, pengucilan, kekerasan fisik, hingga perundungan di media sosial. Banyak mahasiswa atau siswa yang menjadi korban merasa tertekan, kehilangan semangat belajar, bahkan mengalami gangguan mental. Sayangnya, kasus seperti ini sering kali dianggap sepele atau dibiarkan begitu saja.
Sebagai mahasiswa yang sedang belajar memahami nilai-nilai dasar kehidupan berbangsa, kita perlu menyadari bahwa tindakan bullying sangat bertentangan dengan semangat Pancasila. Terutama sila kedua, yaitu “Kemanusiaan yang adil dan beradab,” dan sila kelima, “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” Dua sila ini mengajarkan kita untuk saling menghargai, memperlakukan orang lain secara adil, dan menciptakan lingkungan yang nyaman bagi semua.
Oleh karena itu, penting bagi kita, khususnya generasi muda di dunia pendidikan, untuk tidak hanya menghafal Pancasila, tapi juga menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Melawan bullying bukan hanya tugas guru atau pihak kampus, tapi juga tanggung jawab kita bersama sebagai bagian dari lingkungan pendidikan.
PEMBAHASAN
Faktor-faktor utama yang menyebabkan bullying di lingkungan pendidikan
- Pengaruh lingkungan keluarga
Keluarga memiliki peran dalam membentuk karakter anak. Kurangnya kasih sayang dan perhatian akan membentuk karakter agresif pada anak.
- Kurangnya pendidikan karakter di lingkungan
Kurangnya pendidikan karakter yang menekankan nilai-nilai empati, toleransi dan saling menghormati bisa menjadi pemicu perilaku bullying di lingkungan pendidikan.
- Tekanan sosial dan kebutuhan untuk diterima
Mereka yang merasa kurang baik dari segi penampilan, status sosial, atau kemampuan akademik, sering menjadi sasaran bullying.
- Pengaruh media sosial
Di era digital saat ini, media sosial menjadi salah satu faktor utama kasus bullying. Melalui platform digital, bullying tidak lagi terbatas pada interaksi langsung, tetapi dapat terjadi kapan saja seperti komentar menyakitkan, penyebaran rumor, atau penghinaan secara publik.
- Kurangnya penegakan aturan dan sanksi kepada pelaku bullying
Banyak sekolah belum memiliki kebijakan yang jelas atau mekanisme yang tegas untuk menangani kasus bullying, sehingga pelaku sering kali tidak mendapatkan hukuman yang setimpal. Akibatnya, mereka merasa bebas mengulangi perbuatannya tanpa takut konsekuensi.
Perilaku bullying perlu dihindari karena bertentangan dengan sila ke-2 pancasila dan sila ke-5 pancasila. Dan juga bertentangan dengan tujuan utama Pendidikan yaitu, membentuk individu yang berkarakter, bermoral dan beradab.
Perilaku bullying merupakan sikap atau tindakan yang tidak sesuai dengan sila ke-2 pancasila yaitu “Kemanusiaan yang adil dan beradab” karena perilaku bullying cenderung tidak menghargai hak dan martabat seseorang, dimana seorang individu diperlakukan tidak setara oleh individu atau kelompok lain.
Perilaku bullying juga bertentangan dengan Pancasila sila ke-5 yang berbunyi “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”, yang menekankan pentingnya kesetaraan dan keadilan bagi setiap individu tanpa memandang suku, agama, ras, status sosial, atau kondisi fisik. Bullying menciptakan ketimpangan dalam pergaulan sosial serta memperkuat diskriminasi yang merugikan korban secara emosional dan psikologis. Tindakan ini mencerminkan ketidakadilan karena pelaku menindas pihak yang dianggap lebih lemah, sehingga tidak sesuai dengan prinsip keadilan sosial yang harusnya berlaku merata di seluruh masyarakat, termasuk di lingkungan pendidikan.
PENUTUP
Bullying tidak hanya sebuah tingkah laku yang menggangu—ia merupakan pelanggaran serius terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan yang dijunjung dalam Pancasila. Ketika seseorang dihina, dilukai, atau diasingkan, itu menyakiti bukan hanya hatinya, tetapi juga harga dirinya sebagai manusia. Dalam lingkungan pendidikan, ini menjadi suatu hal yang memprihatinkan mengingat seharusnya sekolah dan universitas adalah tempat yang aman untuk tumbuh, belajar, dan berkembang.
Penerapan nilai-nilai Pancasila, khususnya pada sila kedua dan kelima, seharusnya dimulai dari diri sendiri dan orang-orang di sekitar. Sila kedua mengingatkan kita untuk bersikap adil dan beradab terhadap sesama, sementara sila kelima menekankan pentingnya menciptakan kesejahteraan sosial bagi semua pihak. Melawan tindakan bullying adalah cara untuk mewujudkan kedua prinsip ini secara nyata bukan sekadar dihafal, tetapi sebagai bentuk komitmen moral.
Sebagai generasi muda, kita memiliki tanggung jawab besar dalam membentuk lingkungan pendidikan yang sehat dan inklusif. Mulailah dengan mengembangkan rasa empati, saling menghormati, dan berani berbicara saat melihat ketidakadilan terjadi. Dengan bersama-sama, kita dapat menciptakan lingkungan belajar yang bukan hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga tinggi nilai moralnya. Ayo perangi tindakan bullying—karena setiap orang berhak merasa aman, dihargai, dan diperlakukan secara adil.
Tinggalkan Balasan