Dalam hal, apabila sebidang tanah yang dijual setelah menjadi tanah warisan, maka yang memiliki hak milik atas tanah tersebut adalah para ahli waris sebagaimana diatur dalam Pasal 833 ayat (1) jo. Pasal 832 ayat (1) KUHPer: Pasal 833 ayat (1) KUHPer: Para ahli waris, dengan sendirinya karena hukum, mendapat hak miik atas semua barang, semua hak dan semua piutang orang yang meninggal. Pasal 832 ayat (1) KUHPer: Menurut undang-undang, yang berhak menjadi ahli waris ialah keluarga sedarah, baik yang sah menurut undang-undang maupun yang di luar perkawinan, dan suami atau isteri yang hidup terlama, menurut peraturan-peraturan berikut ini. Oleh karena itu, seharusnya jual beli tanah warisan ini disetujui oleh semua ahli waris sebagai pihak yang mendapatkan hak milik atas tanah tersebut akibat pewarisan.
Jika tanah tersebut ingin dilakukan penjualan atau misalnya tanah tersebut akan dijadikan sebagai agunan di bank, maka seluruh ahli waris yang lain harus memberikan persetujuan. Dalam hal salah seorang ahli waris tidak dapat hadir di hadapan PPAT pembuat akta tersebut (karena berada di luar kota), maka ahli waris tersebut dapat membuat Surat persetujuan di bawah tangan yang dilegalisir notaris setempat atau membuat Surat persetujuan dalam bentuk akta notaris.
Jika jual beli tersebut telah terjadi dan tanpa tanda tangan para ahli warisnya sebagai pemiliknya (karena tidak ada persetujuan dari para ahli waris), maka tanah tersebut dijual oleh orang yang tidak berhak untuk menjualnya. Oleh karena itu, berdasarkan Pasal 1471 KUHPer di atas, jual beli tersebut batal. Dengan batalnya jual beli tersebut, maka jual beli tersebut dianggap tidak pernah ada, dan masing-masing pihak dikembalikan ke keadaan semula sebelum terjadi peristiwa “jual beli” tersebut, yang mana hak milik atas tanah tetap berada pada ahli waris. Jika ada pihak yang menjual tanah warisan tersebut tanpa persetujuan para ahli waris, para ahli waris dapat menggugat secara perdata atas dasar perbuatan melawan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUHPer, yang berbunyi: Setiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, menuntut orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk mengganti kerugian tersebut.
Dalam hal ini, perbuatan orang yang menjual tanah para ahli waris tanpa persetujuan ahli waris merupakan perbuatan yang melanggar hak subjektif para ahli waris. Dapat juga melihat Pasal 834 KUHPer, yang memberikan hak kepada ahli waris untuk memajukan gugatan guna memperjuangkan hak warisnya terhadap orang-orang yang menguasai seluruh atau sebagian harta peninggalan, baik orang tersebut menguasai dasar hak yang sama atau tanpa dasar sesuatu hak pun atas harta peninggalan tersebut. Hal ini disebut dengan hereditas petitio.
Artikel Terkait :