Media Bangsa – Diperkirakan lebih dari 2 miliar orang terinfeksi hepatitis B di seluruh dunia. Bahkan, lebih dari 296 juta orang adalah penderita hepatitis B kronis. Penyakit ini sangat berbahaya, karena berpotensi berkembang menjadi fibrosis, sirosis, kegagalan hati, dan juga kanker hati/karsinoma hepatoseluler. Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan tahun 2007, diperkirakan 28 juta orang terinfeksi hepatitis B dan/atau hepatitis C di Indonesia. Dari jumlah tersebut, 50 persen akan berkembang menjadi infeksi kronis, dan 10 persen dari jumlah yang kronis berpotensi berkembang menjadi sirosis hati dan kanker hati. Mengingat tingginya kasus penyakit hati di Indonesia yang perlu segera ditangani, dan dalam rangka memperingati Hari Hepatitis Sedunia pada 28 Juli 2023 mendatang, Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman (PRBME), Organisasi Riset Kesehatan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bekerja sama dengan Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH), Institut Teknologi Bandung (ITB) akan menyelenggarakan webinar yang mengangkat tema “Isu Terkini Mengenai Biologi Molekuler & Bioteknologi dalam Penelitian Virus Hepatitis”, Rabu, 26 Juli 2023.
Pemerintah Indonesia telah membentuk Hepatitis Control Program pada 2012, untuk menanggulangi penyakit hepatitis. Selain itu juga mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2015 tentang Penanggulangan Hepatitis Virus.
Pemerintah telah melakukan berbagai upaya secara nasional untuk mengurangi tingkat keparahan penyakit, di antaranya program vaksinasi virus hepatitis B (VHB) pada bayi baru lahir sebagai upaya pencegahan infeksi VHB yang sudah dilaksanakan sejak 1997, skrining donor darah, dan upaya promosi kesehatan lainnya.
Kepala Organisasi Riset Kesehatan BRIN Ni Luh Putu Indi Dharmayanti menyatakan, mengingat tingginya kasus penyakit hati di Indonesia, baik dalam bentuk infeksi hepatitis kronis dan kanker hati, dibutuhkan suatu strategi berkesinambungan secara nasional.
Indi juga mengingatkan, penanganan dan strategi pengendalian hepatitis di Indonesia membutuhkan kerja sama banyak pihak dan stakeholder kesehatan masyarakat.
“Selain itu, diperlukan peran serta peneliti dan akademisi untuk melakukan penelitian berkesinambungan dan strategi penanggulangan hepatitis, termasuk pengembangan vaksin maupun antivirus terkini. Untuk itu, diperlukan komunikasi ilmiah yang membahas informasi terbaru mengenai penyebaran dan penanggulangan penyakit hati di Indonesia,” katanya.
Kepala Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman (PRBME) BRIN Elisabeth Farah Novita Coutrier menyebutkan, riset dan inovasi terkait penanganan dan strategi pengendalian penyakit hepatitis terus dilakukan di PRBME. Beberapa riset yang dilakukan di antaranya penelitian untuk mengungkap mutasi penyebab kegagalan vaksinasi hepatitis B, dan mutasi penyebab kegagalan deteksi dan pada progresivitas penyakit, misalnya sirosis dan kanker hati.
Selain itu juga penelitian mengenai penularan virus hepatitis secara vertikal dari ibu dan anak, juga penelitian pada populasi khusus, misalnya tenaga medis dan populasi orang yang tinggal serumah dengan penderita.
Selain itu, penelitian juga dilakukan pada pejamu dan organ hati, terutama mengenai faktor onkogenik VHB dan virus hepatitis C (VHC) yang dapat menyebabkan penyakit karsinoma hepatoseluler.
Elisabeth juga mengungkapkan upaya untuk mempelajari tingkat keanekaragaman genetik VHB dan VHC, serta upaya memahami variasi karakteristik genetik dari virus maupun pejamu perlu terus dilakukan.
“Variasi karakteristik genetik virus dapat memengaruhi manifestasi penyakit akibat infeksi VHB dan VHC, terutama mekanisme patogenesis karsinoma hepatoseluler terkait VHB dan VHC,” jelasnya.