Media Bangsa – Istilah “Picky Eater” digunakan untuk menggambarkan anak-anak yang sulit makan atau enggan mencicipi makanan baru. Ini biasanya terjadi pada anak-anak berusia antara satu dan tiga tahun. Anak-anak ini sering menolak makan atau enggan mencicipi makanan baru karena beberapa alasan, seperti sensitivitas rasa mereka, kebiasaan makan ASI atau susu formula, atau kebiasaan memilih makanan tertentu. Salah satu faktor yang meningkatkan kemungkinan anak mengalami kekurangan gizi adalah anak-anak yang menjadi picky eater karena mereka cenderung menerima asupan karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral yang lebih sedikit daripada anak-anak yang tidak picky eater.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar anak yang picky eater hanya ingin makan jajanan seperti sus kotak, ice cream, coklat, permen, dan banyak lagi. Dari sebagian besar anak yang memiliki perilaku picky eater cenderung memiliki tingkat kecukupan energi yang rendah dari angka kecukupan harian. Ini disebabkan oleh anak dengan picky eater mengkonsumsi lebih sedikit jenis dan varian makanan sehingga tingkat kecukupan zat gizinya tidak terpenuhi. ketika anak menjadi picky eater, gejala umumnya yang muncul terlihat jelas: tidak mau makan makanan tertentu, menutup mulut memakai tangan, mendorong piring menjauh, hingga kabur dari meja makan. Selain itu, ada juga kaitan antara kebiasaan pilih – pilih makanan dengan autisme. Picky eater bisa menjadi salah satu tanda awal autisme. Anak dengan autisme cenderung sensitif terhadap tekstur makanan yang masuk kedalam mulutnya. Begitu pula dengan bentuk, aroma, dan temperatur makanan tersebut. Dengan demikian, perilaku picky eater pada anak usia dini dapat berdampak negatif pada status gizi mereka, sehingga penting untuk mengenalkan berbagai jenis makanan secara bertahap dan membuat suasana makanan yang positif.