Oleh Sholihin MS
(Pemerhati Sosial dan Politik)

Penahanan Menkominfo, *Johnny G. Plate* oleh Kejaksaan Agung sarat muatan politik. Hal ini sebagai “unjuk gigi” Jokowi kepada Surya Paloh (Nasdem) yang dianggap mulai berlawanan arah dan berani “melawan” Sang Raja. Jokowi bukan saja mengancam Surya Paloh, tapi hampir semua Ketum Partai Koalisi Pemerintah. Bedanya, kalau Surya Paloh punya nyali untuk melawan, sedangkan para Ketum Parpol yang lain rasa takutnya sampai ubun-ubun sehingga terus nurut dan bungkam.

Selama Jokowi berkuasa tentu masih pegang kendali atas mereka. Bisa jadi penangkapan Johnny G. Plate ini sebagai _warning_ untuk para Ketum Parpol lain dan juga anggota kabinet untuk “tidak mencoba melawan” Jokowi.

Jika Pemerintah serius mau memberantas korupsi dan menegakkan hukum, seharusnya yang pertama dibidik adalah keluarga Jokowi sendiri, keluarga Megawati, skandal korupsi 349 triliun di kemenkeu, kasus Ganjar Pranowo terkait e-KTP, Wadas, dan aliran dana lain, kasus tambang ilegal, dan para Ketum Parpol Koalisi Pemerintah. Tapi rupanya selama mereka “manut” dengan keinginan Jokowi, kasusnya bisa “aman”.

Tidak bisa dipungkiri, di era Jokowi korupsi sangat ugal-ugalan bahkan sudah merasuk ke semua lini dan seolah telah menjadi budaya. Tapi penanganan korupsi selama ini tidak pernah ada yang tuntas, selalu tebang pilih, hanya membidik lawan-lawan politik atau sekedar pencitraan.

Menyadari kalau Jokowi sudah mau lengser, dan banyak skenario Jokowi yang gagal “gara-gara” Surya Paloh (Nasdem) mendukung Anies, menyebabkan kemarahan Jokowi kepada Surya Paloh begitu membara. Sudah berkali-kali Surya Paloh dicegah Jokowi untuk tidak mengusung Anies, tapi Surya Paloh tetap membandel dan kokoh dengan pendiriannya, maka sebagai konsekuensinya : “orang penting”-nya di Nasdem sengaja diciduk duluan.

Untuk sementara waktu mungkin Jokowi merasa menang dan puas. Tapi pertarungan ini belum berakhir. Jokowi terlampau banyak dosa-dosa politiknya, sebentar lagi karma buruk pasti akan menimpa Jokowi.

Apakah Jokowi masih sangat kuat ? Setidaknya itu yang ingin ditunjukkan Jokowi. Walaupun semakin hari kekuatan Jokowi semakin pudar.

Mengacu kepada acara silaturahmi (Halal Bihalal) antara Jokowi dengan relawan Musra (Musyawarah Rakyat) baru-baru ini yang dihadiri hanya beberara ribu saja orang saja, menandakan kalau kekuatan Jokowi sudah hampir padam. Dia berpidato berapi-api, tapi arahnya tidak jelas. Justru ketika Jokowi menyebutkan syarat capres yang layak menggantikannya, yang disebut-sebut Jokowi dengan kriteria-kriterianya malah mengarah kepada Anies Baswedan.

Bisa dipahami Jokowi saat ini dalam kegalauan yang amat dalam. Selain karena karena ketakutannya kalau kekuasaannya hampir berakhir, juga skenario mencapreskan Ganjar sebagai penerusnya ternyata tidak sesuai harapan, karena Ganjar telah dikendalikan oleh PDIP. Ditambah lagi laju Anies sepertinya tidak bisa dibendung, sehingga masa depan Jokowi sangat terancam.

Oleh karena itu, di sisa-sisa kekuasaannya Jokowi akan terus menjegal laju Anies agar tidak nyapres. Langkah Jokowi dengan menahan Johnny G. Plate bisa jadi masih akan berlanjut. Tapi menghadapi Anies tidak semudah yang dipikirkan Jokowi. Pada akhirnya, kekuatan Jokowi benar-benar habis tapi Anies insya Allah akan tetap melenggang. Jokowi harus menerima takdirnya dalam keadaan _suu-ul khatimah_.

Manusia berencana, tapi Allahlah yang menentukan.

Bandung, 27 Syawwal 1444