Begini dek Nana yang baru lulus SMA tahun 2021, saya paham kenapa dek Nana bertanya, karena saat 1998 dek Nana belum lahir.

Waktu 1998 saya hampir lulus SD, setiap sore saya membeli eskrim di warung seharga 500 rupiah ( yang gambar monyet 🐒 itu).

Suatu hari mama saya kasih uang 1000 rupiah untuk beli dua eskrim untuk saya dan adik saya. Dan dalam waktu sehari harga eskrim sudah naik dari 500 jadi 1750 rupiah per satu eskrim (naiknya lebih 200%). Jangankan beli 2, beli 1 eskrim saja uang mama saya gak cukup.

Kenaikan harga dengan tiba2 tanpa dibarengi kenaikan gaji membuat kaget dan marah masyarakat.

Belum lagi, presiden Soeharto menjadi presiden sejak 1968 (sejak mama saya masih SD), sampai 1998 (saya SD), 3 dekade, alias 3 generasi dari kakek saya, orang tua saya, sampai saya.

Saat itu partai oposisi (PDI dan PPP) hanya aksesoris, pemilu hanya formalitas, semua orang sudah tahu pasti bapak itu juga nanti yang tetap jadi presiden. Sehingga hampir tidak ada orang Indonesia yang berani bercita-cita ingin menjadi presiden, yang berani hanya boneka Susan.Nih saya kasih linknya biar ada gambaran. Saat itu kritik politik hanya bisa disampaikan lewat seni dan parodi, karena kalau disampaikan secara frontal seperti sekarang, kamu bisa hilang seperti Wiji ThukulJaman Soeharto tidak sebebas sekarang, banyak buku sastrawan Indonesia dilarang dibaca, tidak boleh dibaca, mahasiswa waktu itu (mama saya) membaca buku Bumi Manusia, Pramoedya Ananta Toer sembunyi-sembunyi, dirobek sampulnya.

Sekarang puisi Wiji Thukul menjadi mural di jalan-jalan, sebagai simbol kebebasan berpikir. Dan boleh2 saja oleh Jokowi to?Sejak jaman SBY kita mulai pemilu langsung, baru ada acara debat capres di TV, jadi masyarakat bisa menilai sendiri apakah program capres tersebut bisa mengakomodir cita-cita mereka sebagai WNI.

Saya merasa beruntung karena sudah menjadi bagian dari pemilu waktu itu, saya sudah punya KTP, udah dewasa. Nah, mungkin dek Nana juga baru mau pengalaman pertama pemilu nih tahun 2024, saran saya perbanyak membaca sejarah Indonesia, sehingga tidak terulang tragedi yang tidak perlu di masa lalu. Jika politik dalam negeri kita stabil, kita bisa fokus untuk membangun ekonomi dan SDM untuk kehidupan kita yang lebih makmur.

Sama dengan SBY, Jokowi juga terpilih dari pemilu langsung. Dan sejauh ini saya bangga dengan bangsa Indonesia, yang walaupun tidak suka dengan presidennya, tapi tidak mengkudeta pemerintahannya.

Saya pikir itu suatu bentuk kedewasaan berdemokrasi, kan gak lucu kita yang pilih presiden, kita juga yang jatuhin dia. Apa kata dunia? Mungkin kita akan jadi bahan tertawaan negara-negara lain.

Dirgahayu Persatuan Indonesia 🇮🇩