Media Bangsa – Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Australia memperkuat kolaborasi dengan ASEAN mengembangan strategi pencegahan ekstremisme berbasis kekerasan dan terorisme dengan program rehabilitasi dan reintegrasi terhadap dengan pelaku terorisme di mancanegara atau Foreign Terrorist Fighters (FTF) dan keluarganya.
“Jadi harapan besar dari praktik baik ini dapat dikembangkan kedepan sebagai suatu upaya dalam rehabilitasi dan reintegrasi bagi mereka yang terasosiasi FTF maupun terhadap keluarganya jadi praktik baik ini bisa digunakan bukan hanya pada negara wilayah Asia Tenggara tetapi juga secara global,” kata Deputi Bidang Kerja Sama Internasional Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Andhika Chrisnayudhanto, dalam keterangannya terkait kegiatan ASEAN-Australia Counter-Terrorism Workshop on Good Practice Approaches for the Rehabilitation and Reintegration of Foreign Terrorist Fighters (FTF) and Their Families di Jakarta, seperti dilansir pada Senin (10/3/2025)
Andika berharap langkah rehabilitasi dan reintegrasi yang efektif terhadap FTF dan keluarganya dapat dikembangkan dan diimplementasikan secara global.
Senada, Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Kabareskrim) Polri, Komjen Pol. Wahyu Widada selaku Ketua SOMTC Indonesia, menekankan bahwa fenomena FTF merupakan tantangan global dan kawasan, termasuk bagi Indonesia.
Untuk itu, ia mendorong agar kerja sama ini juga mengembangkan program rehabilitasi dan reintegrasi yang efektif.
“Ada kesadaran yang tumbuh, bahwa cepat atau lambat, Warga Negara kita akan kembali ke tanah air. Itu Sebabnya, penting untuk mengembangkan dan melaksanakan program penuntutan, rehabilitasi dan reintegrasi yang efektif dan kuat bagi Warga Negara yang pulang sebagai hal yang prioritas,” jelasnya.
Sementara itu, Duta Besar Australia untuk ASEAN, Tiffany McDonald, menegaskan bahwa Australia berkomitmen memperkuat kemitraan strategis dengan ASEAN dalam rangka mewujudkan stabilitas kawasan yang aman dan damai.
Sebagai informasi, pencegahan ekstremisme berbasis kekerasan dan terorisme melalui rehabilitasi dan reintegrasi yang efektif termasuk terhadap FTF dan keluarganya merupakan bagian dari upaya kolektif di kawasan.
Upaya ini membutuhkan kerja sama pemerintah, masyarakat, dan keluarga dalam rangka membentuk resiliensi dan mencegah terjadinya residivisme.
Lokakarya tersebut diikuti oleh 106 peserta dari sembilan negara ASEAN (Brunei, Filipina, Indonesia, Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Thailand, Vietnam), Timor Leste, Australia, Badan Sektoral ASEAN, Organisasi Internasional terkait, dan Organisasi Masyarakat Sipil, sebagai tindak lanjut implementasi SOMTC – Australia Work Plan on Cooperation to Combat Transnational Crime 2022 – 2025 serta Work Plan of the ASEAN Plan of Action to Prevent and Counter the Rise of Radicalisation and Violent Extremism (Bali Work Plan) 2019-2025.
Tinggalkan Balasan