Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengusulkan anggaran sebesar Rp699,4 miliar untuk pendanaan riset dan inovasi 2024. Anggaran tersebut berasal dari dana abadi Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) dan APBN.

Anggaran tersebut akan membiayai program Riset dan Inovasi Indonesia Maju (RIIM) Kompetisi Rp500 miliar, RIIM Ekspedisi Rp137,5 miliar, RIIM Startup Rp24,9 miliar, RIIM Invitasi Rp30 miliar, RIIM Kolaborasi Rp5 miliar, dan Pengujian Produk Inovasi Kesehatan Rp2 miliar.

Deputi Bidang Fasilitasi Riset dan Inovasi BRIN, Agus Haryono mengajak para peneliti baik dari lembaga riset perguruan tinggi maupun industri untuk mengajukan proposal penelitian. Hal ini karena skema pendanaan yang terbuka secara kompetitif. “Untuk tahun ini kita sudah mengusulkan anggaran kepada LPDP, nilai anggarannya mendekati Rp700 miliar,” sebut Agus saat menyampaikan sambutan dalam acara Launching Pendanaan Riset dan Inovasi 2024, di Gedung BJ Habibie, Jakarta, Selasa (6/2/2024).

Agus menyatakan bahwa BRIN memiliki tiga fungsi utama, yaitu sebagai penyedia dukungan kebijakan untuk pemerintah dan lembaga, sebagai badan pelaksana, dan sebagai lembaga pendanaan. Ia menyampaikan bahwa terdapat perubahan dalam pola skema pendanaan 2024. Sebelumnya, proposal yang diterima harus mengikuti batas waktu deadline yang ditetapkan, namun banyak proposal yang masuk pada saat-saat terakhir. Dengan skema pendanaan riset dan inovasi yang tanpa batas waktu ini diharapkan dapat mempercepat proses inovasi dan meningkatkan partisipasi peneliti di Indonesia.

“BRIN akan membuka skema pendanaan yang berlaku sepanjang tahun, sehingga memberikan kesempatan bagi peneliti untuk mengajukan proposal kapan pun mereka memiliki ide,” ungkap Agus dalam keterangannya dikutip dari laman BRIN, Rabu (7/2/2024).

Selain itu, Agus menegaskan bahwa proposal yang ditolak akan diberikan feedback kepada peneliti agar mereka dapat memperbaiki proposalnya sebelum mengirimkannya kembali. Skema ini juga akan berbasis sistem rekam jejak dengan minimal tiga reviewer untuk setiap proposal. “Kita sudah memiliki 300-400 reviewer yang sudah ter-registrasi, dan mungkin nanti kita akan buka kembali untuk menambah reviewer kami, apabila nanti proposal yang masuk cukup banyak,” ujarnya.

Dikatakan Agus, jumlah proposal yang masuk menjadi indikator kinerja, dengan harapan meningkatkan partisipasi peneliti dari berbagai daerah dan lembaga. Sebagaimana diketahui, tahun 2022 proposal yang masuk kurang lebih 6.000 proposal, sementara 2023 kurang dari 5.000 proposal.

Agus juga menyoroti keberagaman penerima dana RIIM, menunjukkan bahwa kesempatan mendapatkan pendanaan tidak terbatas pada lembaga atau institusi besar saja. Ia menekankan bahwa proposal yang baik akan mendapatkan perhatian dari reviewer, tanpa memandang asal institusi. “Dari data top 10 perguruan tinggi yang mendapatkan RIIM tidak semua PTN BH, bahkan yang menarik Universitas Muhammadiyah Surabaya dari tahun ke tahun itu angkanya naik terus. Ini menunjukkan bahwa siapa pun itu punya challenge, punya opportunity untuk bisa mendapatkan anggaran dari RIIM,” ucapnya.

Di sisi lain, meski para penerima RIIM tersebar secara nasional namun data yang kita miliki sebagian besar masih bertumpu di Jawa dan Sumatra. Sementara dari Indonesia bagian timur ini masih sangat sedikit. Maka dari itu Agus berharap dengan peluncuran skema baru pendanaan riset dan inovasi yang tanpa batas waktu ini diharapkan dapat mempercepat proses inovasi dan meningkatkan partisipasi peneliti di Indonesia.

Sumber