Saudara perempuan saya yang kini telah menikah memberi tahu saya bagaimana definisi ‘siap’ nya dia dalam pernikahan.

Siap ilmu
Ilmu pernikahan itu penting, entah berasal dari kajian yang diikuti, buku atau nasihat orang lain. Ilmu ini akan selalu dipelajari baik sebelum, sesudah, dan selama menikah itu sendiri.

Sayangnya masih ada yang menikah tanpa ilmu yang cukup, tau nya menikah itu nurut sama suami dan mengerjakan pekerjaan rumah, tapi lupa dengan hak istimewanya sebagai istri. Ada yang menjadikan pasangannya sebagai budak seks, pembantu bahkan tahanan, tidak menyadari kalau pasangan seharusnya dipandang sebagai partner dalam menjalankan kehidupan rumah tangga. Ada juga yang sudah punya anak, tapi masih awam bagaimana berperan sebagai orang tua.

Kurangnya ilmu benar-benar membawa dampak buruk, lebih buruk lagi jika tidak mau belajar. Hal ini hanya akan membawa banyak penderitaan dan sakit hati, dari orangtuanya lalu menurun kepada anak-anaknya.

Siap mental
Tahu dan mengerti bahwa dunia pernikahan akan jauh berbeda dengan saat masih sendiri; subuh bangun paling awal lalu masak untuk keluarga, ngurus suami dan anak yang mau sekolah, belum lagi jika punya anak kecil atau sedang menyusui maka pekerjaan bisa 1 x 24 jam udah mirip poskamling, pekerjaan rumah yang tiada habisnya, belum lagi keluhan suami tentang baju yang belum di setrika, perabotan kotor, masakan tidak ada, badan istri yang kucel karena seharian sibuk sama anak, dan lain-lain. Laki-laki harus bekerja lebih keras karena sudah memiliki tanggungan lain, perannya sebagai suami dan ayah, melindungi, menjaga, membantu istri, membahagiakan istri dan anak secara lahir dan batin juga tidak mudah, siap dimintai tolong kesana kemari, mengasuh anak selepas kerja, belum lagi omelan dari istri yang kelelahan, dan masih banyak lagi.

Jika kita tidak siap dengan itu semua lebih baik tahan dulu untuk menikah, lakukan apapun yang kamu mau selagi masih sendiri.

Siap finansial
Tidak musti banyak, yang penting tidak nyusahin orang tua. Hal lainnya adalah ilmu finansial, tau bagaimana manage keuangan yang baik.

Sedikit cerita, teman saya laki-laki menikah dibiayai orang tuanya sebanyak 60 juta, tapi 2 atau 3 tahun kemudian anaknya cerai. Gimana orangtuanya tidak stres udah dibayarin mahal-mahal, cerai pula.

Cerita lainnya suami teman saya hobinya bercocok tanam, jadi dong beberapa. Tapi keduanya kurang ilmu finansial, tahunya banyak anak banyak rezeki, tapi lupa bahwa zaman sekarang apa-apa butuh duit, tidak menimbang kondisi finansialnya saat ini dengan jumlah anak yang sebaiknya mereka punya. Alhasil hidupnya banyak stres, karena sebatas bisa makan saja sudah syukur.